Rabu, 25 Mei 2016

MakalahWSBM10




MAKALAH WSBM
MASYARAKAT MARITIM “KEMISKINAN”











DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
Anny Lamya Munasirah
Aulisani Annisa
Nurul Adyanti
Abd.Rahman
Nuaema Badrah
Aida


MKU WSBM 
UNIVERSITAS  HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
 







BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Kemiskinan merupakan fenomena sosial yang sering terjadi, Kemiskinan pada umumnya ditandai dengan derita keterbelakangan, ketertinggalan, rendahnya produktivitas, selanjutnya meningkat menjadi rendahnya pendapatan yang diterima. Hampir di setiap negara, kemiskinan selalu terpusat di tempat-tempat tertentu, yaitu biasanya di pedesaan atau daerah-daerah yang kekurangan sumber daya alam.
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 75% wilayahnya berupa perairan laut dengan panjang pantaimencapai 81.000 Km dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) seluas 5.800.000 Km2. Dengan demikian, jika dibandingkan dengan negara-negara lain, maka luas perairan Indonesia merupakan terbesar kedua setelah Amerika Serikat (Sipuk, 2004). Potensi perikanan nasional hingga tahun 2007 berkisar 6,4 juta ton, 70% di antaranya berasal dari perikanan tangkap (Kompas28/03/2008). Menurut Kusnadi,2008:27 menyatakan secara geografis masyarakat nelayan adalah masyarakat yang hidup, tumbuh, dan berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan laut. Sebagai suatu sistem, masyarakat nelayan terdiri atas kategori-ketegori sosial yang membentuk kesatuan sosial. Mereka juga memiliki sistem nilai dan symbol-simbol kebudayaan sebagai referensi perilaku mereka sehari-hari.
Mengacu pada berbagai kondisi laut indonesia saat ini perlu kiranya para nelayan tersebut sadar, karna lautlah satu-satunya tumpuan hidup mereka. Melihat berbagai potensi yang dimiliki oleh perairan indonesia diatas pekerjaan sebagai nelayan merupakan suatu pekerjaan yang tepat dimana indonesia adalah negara bahari dengan 75 % wilayahnya adalah lautan serta didukung dengan kondisi alam potensi hayati yang dikandung laut indonesia. Faktanya nelayan merupakan kelompok masyarakat yang masih tergolong miskin. Dengan daerah penangkapan ikan nelayan tradisional. Hal inilah yang melatarbelakangi penyusunan makalah yang berjudul Masyarakat Maritim “Kemiskinan” ini.


B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut.
1.         Apa definisi dari kemiskinan?
2.         Apa saja jenis-jenis kemiskinan?
3.         Apa saja penyebab kemiskinan?
4.         Bagaimana stratifikasi sosial dalam masyarakat maritim Indonesia?
5.         Bagaimana masalah kemiskinan yang dihadapi oleh masyarakat maritim Indonesia?
6.         Bagaimana solusi untuk menanggulangi masalah kemiskinan masyarakat maritim Indonesia?
C.      Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai tugas kolektif mpada mata kuiah WSBM Semester 2 sekaligus untuk dijadikan sebagai bahan acuan pada proses perkuliahan (diskusi kelas).
D.      Manfaat Penulisan
1.         Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi dari kemiskinan
2.         Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami jenis-jenis kemiskinan
3.         Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami penyebab kemiskinan
4.         Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami stratifikasi sosial dalam masyarakat maritim Indonesia
5.         Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami masalah kemiskinan yang dihadapi oleh masyarakat maritim Indonesia
6.         Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami solusi untuk menanggulangi masalah kemiskinan masyarakat maritim Indonesia







BAB II
PEMBAHASAN
A.      Definisi Kemiskinan
Secara mendasar, kemiskinan adalah suatu istilah yang negatif yang mengandung arti kekurangan atau ketiadaan kekayaan materil. Ketiadaan atau kekurangan yang demikian ini, jarang bersifat mutlak. Karena itu, maka istilah ini biasanya digunakan untuk menggambarkan situasi ketidakcukupan yang terjadi atau dialami secara berkali-kali dalam jangka waktu lama, baik mengenai ketidakcukupan dalam hal pemilikan kekayaan, maupun dalam hal pendapatan yang diperoleh atau diterima (Sallatang, 1986; 2-3).
Kemiskinan dibagi atas dua macam, yaitu kemiskinan subjektif dan kemiskinan objektif. kemiskinan subjektif merupakan kemiskinan yang berlaku secara individual. Kemiskinan jenis ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan kepemilikan sejumlah harta maupun kemampuan mengeluarkan uang untuk mencukupi kebutuhan. Kemiskinan objektif itu berhubungan dengan perasaan. Seseorang dikatakan miskin apabila ia merasa miskin sementara orang dikatakan kaya apabila ia merasa kaya, bukan jika orang berkata demikian.
Dari berbagai sudut pandang tentang pengertian kemiskinan, pada dasarnya bentuk kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi tiga pengertian, yaitu:
  1. Kemiskinan Absolut. Seseorang dikategorikan termasuk ke dalam golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, yaitu: pangan, sandang, kesehatan, papan, dan pendidikan.
  2. Kemiskinan Relatif. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan tetapi masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya.
  3. Kemiskinan Kultural. Kemiskinan ini berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.
Keluarga miskin adalah pelaku yang berperan sepenuhnya untuk menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya, dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya. Ada tiga potensi yang perlu diamati dari keluarga miskin yaitu:
  1. Kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, contohnya dapat dilihat dari aspek pengeluaran keluarga, kemampuan menjangkau tingkat pendidikan dasar formal yang ditamatkan, dan kemampuan menjangkau perlindungan dasar.
  2. Kemampuan dalam melakukan peran sosial akan dilihat dari kegiatan utama dalam mencari nafkah, peran dalam bidang pendidikan, peran dalam bidang perlindungan, dan peran dalam bidang kemasyarakatan.
  3. Kemampuan dalam menghadapi permasalahan dapat dilihat dari upaya yang dilakukan sebuah keluarga untuk menghindar dan mempertahankan diri dari tekanan ekonomi dan non ekonomi.
Kemiskinan merupakan masalah yang ditandai oleh berbagai hal antara lain rendahnya kualitas hidup penduduk, terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, terbatasnya dan rendahnya mutu layanan kesehatan, gizi anak, dan rendahnya mutu layanan pendidikan. Selama ini berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi kemiskinan melalui penyediaan kebutuhan pangan, layanan kesehatan dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja dan sebagainya.
B.       Jenis-Jenis Kemiskinan
1.         Kemiskinan strukural
Merupakan kemiskinan yang disebabkan kebijakan-kebijakan pemerintah yang belum pro rakyat. Menurut Lono Lastoro (Dosen Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada), kemiskinan struktural bukan karena kemalasan si miskin atau etos kerja, tetapi karena sistem sosial, politik dan ekonomi negara yang menyebabkan satu atau banyak kelompok termarginalkan.
2.         Kemiskinan Kultural
Sedangkan kebudayaan kemiskinan, merupakan kemiskinan yang muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja, atau mungkin adanya budaya hedonisme, dan sebagainya. Ciri dari kebudayaan kemiskinan ini adalah masyarakat enggan mengintegrasikan dirinya dalam lembaga-lembaga utama, sikap apatis, curiga, terdiskriminasi oleh masyarakat luas. Dalam komunitas lokal ditemui ada rumah yang bobrok, penuh sesak dan bergerombol. Ditingkat keluarga, masa kanak-kanak cenderung singkat, cepat dewasa, cepat menikah. Pada individu mereka ada perasaan tidak berharga, tidak berdaya dan rendah diri akut.
3.         Kemiskinan Natural
Merupakan suatu kemiskinan yang disebabkan oleh keterbatasan kualitas maupun kuantitas SDA dan SDM, tidak adanya/ hilangnya sumber daya alam yang menguntungkan dan kurangnya keahlian dan kualitas sumber daya manusianya mau tidak mau menjadi penyebab terjadinya kemiskinan rasional. Selain itu pula bisa diakibatkan oleh musibah, bencana alam dan bencana-bencana lainnya, seperti tahun 2004 ketika terjadi tsunami di Aceh, suka tidak suka masyarakat yang terkena tsunami harus kehilangan harta benda mereka dan hidup dengan kekurangan, atau mungkin sama halnya dengan korban amuk massa dan sebagainya. Juga dalam konsep roda kehidupan, dimana ada saatnya seorang pemilik perusahaan yang jatuh miskin dikarenakan perusahaanya merugi, berubahnya seseorang yang kaya menjadi miskin karena sebab dan akibat yang masuk akal.
C.      Penyebab Kemiskinan
Beberapa faktor yang dianggap sebagai penyebab kemiskinan majemuk meliputi tiga aspek yaitu :
1.      Kelembagaan, rakyat miskin tidak punya akses ke pembuat keputusan dan kebijakan, sedangkan kelembagaan yang ada tidak pernah menjaring atau menyalurkan aspirasi yang muncul dari bawah, dan setiap kebutuhan rakyat miskin sudah didefinisikan dari atas oleh kelembagaan yang ada, sehingga kemiskinan tidak dapat terselesaikan.
2.      Regulasi, kebijakan pemerintah yang mengutamakan kepentingan ekonomi. Kebijakan ekonomi dalam investasi modal pada sektor-sektor industri yang tidak berbasis pada potensi rakyat menutup kesempatan masyarakat untuk mengembangkan potensinya dan menjadi akar proses pemiskinan.
3.      Good governance, tidak adanya transparansi dan keterbukaan pada pembuatan dan pelaksanaan kebijakan yang mengakibatkan kebijakan hanya bisa diakses oleh orang-orang tertentu. Segala bentuk regulasi diputuskan oleh lembaga-lembaga pembuat kebijakan tanpa mengikutkan para pelaku yang terlibat dan tidak memahami aspirasi rakyat miskin sehingga kebijakan yang muncul tidak mendukung rakyat miskin.
Aspek politik yang mengakibatkan kemiskinan yaitu:
1.      Tidak ada budaya demokrasi yang mengakar.
2.      Keputusan-keputusan politik yang sangat dipengaruhi keputusan dan kepentingan politik dari luar negeri.
3.      Tidak ada kontrol langsung dari rakyat terhadap birokrasi.
4.      Tidak berdayanya mekanisme dan sistem perwakilan politik menghadapi kepentingan modal.
Aspek ekonomi yang mengakibatkan munculnya kemiskinan yaitu:
1.      Kebijakan globalisasi atau liberalisasi sistem ekonomi.
2.      Rendahnya akses terhadap faktor produksi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan.
3.       Spekulasi mata uang.
Aspek sosial budaya yang mengakibatkan kemiskinan yaitu:
1.      Hancurnya identitas sosio kultural yang hidup di masyarakat.
2.      Hancurnya kemampuan komunikasi antar berbagai kelompok dan gerakan sosial.
3.      Marginalisasi mayoritas rakyat.
4.      Lemahnya kelembagaan yang ada.
5.      Kuatnya budaya bisu di semua lapisan masyarakat.
D.      Stratifikasi Sosial dalam Masyarakat Maritim Indonesia
Teori perubahan sosial : Teori materilistik dan idealistik
1.      Teori Materialistik
Perubahan sosial bisa disebabkan oleh faktor material baik berupa faktor-faktor ekonomi atau pun teknologi yang berhubungan dengan produktifitas ekonomi.Teknologi baru maupun modal produksi ekonomi mendorong perubahan pada aspek interaksi, organisasi sosial, kultur, kepercayaan, dan norma-norma.
William Ogburn memberikan argumentasi bahwa perubahan material (teknologi) lebih cepat berubah dibandingkan perubahan aspek-aspek nonmaterial (ideologi, norma, nilai)Harper (1989) menjelaskan bahwa teknologi dapat menjadi penyebab perubahan karena 3 hal:
            1) Inovasi teknologi meningkatkan alternatif-alternatif dalam masyarakat
            2) Teknologi baru mengubah bentuk interaksi antar orang
            3) Teknologi baru menciptakan permasalahan yang harus diselesaikan
2.         Teori Idealistik
Perspektif idealistik dilihat sebagai ide, nilai-nilai, dan ideologi yang menyebabkan perubahanIde terdiri atas pengetahuan dan kepercayaan-kepercayaan.Nilai merupakan asumsi mengenai apa yang diinginkan dan tidak diinginkan.Ideologi dipahami sebagai kombinasi antara kepercayaan dan nilai untuk memberikan legitimasi maupun justifikasi terhadap perilaku manusia (misalnya demokrasi, kapitalisme, sosialisme).
       Dalam perspektif idealistik, perubahan setidaknya dipahami melalui 3 hal:
a.       Legitimasi sebuah keinginan untuk berubah
b.      Ideologi menjadi basis yang mampu menjelaskan solidaritas sosial sebagai penyebab perubahan yang penting
c.       Ide dan nilai mampu menjelaskan kesenjangan antara ideal dan faktual sebagai penyebab perubahan  
3.         Dampak stratifikasi sosial
a.       Eklusivitas
Eklusivitas dapat berupa gaya hidupperilaku dan kebiasaan yang sering berbeda antara satu lapisan dengan lapisan yang lainEklusivitas yang ada sering membatasi pergaulan di antara kelas sosial tertentu, mereka enggan bergaul dengan kelas sosial dibawahnya atau membatasi diri hanya bergaul dengan kelas yang sama dengan kelas mereka.
b.      Etnosentrisme
Etnosentrisme dipahami sebagai mengagungkan kelompok sendiriKelompok sosial atas akan menganggap dirinya adalah kelompok yang paling baik dan menganggap rendah dan kurang bermartabat kepada mereka yang berada pada kelompok sosial rendahPola perilaku kelas sosial atas dianggap lebih berbudaya dibandingkan dengan kelas sosial di bawahnyaKelas sosial bawah akan memandang mereka sebagai orang boros dan konsumtif.
c.       Konflik Sosial
Perbedaan yang ada di antara kelas sosial dapat menyebabkan terjadinya kecemburuan sosial maupun iri hatiJika kesenjangan karena perbedaan tersebut tajam tidak menutup kemungkinan terjadinya konflik sosial antara kelas sosial satu dengan kelas sosial yang lainMisalnya Pengoperasian alat tangkap yang tingkat kualitasnya berbeda di antara dua kelompok nelayan (misalnya, nelayan pancingan dengan nelayan payang), sehingga hasil tangkapan yang diperoleh timpang.
Seseorang yang banyak memiliki sesuatu yang dihargai akan dianggap sebagai orang yang menduduki pelapisan atasSebaliknya mereka yang hanya sedikit memiliki atau bahkan sama sekali tidak memiliki sesuatu yang dihargai tersebut, mereka akan dianggap oleh masyarakat sebagai orang-orang yang menempati pelapisan bawah atau berkedudukan rendahDalam stratifikasi sosial terdapat tiga kelas sosial, yaitu:
1)                    Masyarakat yang terdiri dari kelas atas
2)                    Masyarakat yang terdiri kelas menengah
3)                    Masyarakat Kelas bawah
Dalam kehidupan masyarakat terdapat kriteria yang dipakai untuk menggolongkan orang dalam pelapisan sosial adalah sebagai berikut:
1)        Ukuran kekayaan
2)        Ukuran kekuasaan dan wewenang
3)        Ukuran kehormatan
4)        Ukuran ilmu pengetahuan

4.      Struktur stratifikasi sosial pada masyarakat nelayan
E.       Masalah Kemiskinan Masyarakat Maritim Indonesia
Sebagai suatu negara dengan kekuatan ekonomi yang terus berkembang, kelanjutan kemajuan Indonesia akan makin bergantung pada perdagangan dan angkutan laut dan ketersediaan energi, serta pada eksploitasi sumberdaya laut dan bawah laut serta membangun industri maritim yang tangguh. Oleh karena itu, sangat jelas bahwa Indonesia memiliki kepentingan nasional di laut yang sangat besar. Sebagai hal yang mendasari kepentingan Indonesia di laut, Indonesia harus memiliki kemerdekaan atau kebebasan menggunakan laut wilayahnya untuk memperjuangkan tujuan nasionalnya, serta mempunyai strategi untuk menjaga kepentingan maritimnya dalam segala situasi.
 Akan tetapi, dalam tataran strategi operasional, budaya bahari bangsa Indonesia masih memprihatinkan, apalagi bila kita sependapat bahwa budaya adalah semua hasil olah pikir, sikap dan perilaku masyarakat yang diyakini dan dikembangkan bersama untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi, mengembangkan kehidupan yang lebih layak, dan beradaptasi terhadap situasi lingkungan hidup. Budaya bahari bangsa Indonesia belum tumbuh kembali, bukan saja di tengah masyarakat tetapi juga pada tataran pembuat kebijaksanaan sehingga Indonesia belum mampu memanfaatkan kelautan sebagai sumber kesejahteraannya.
 Apabila mengkaji profil dari masyarakat, maka kemiskinan sebenarnya bukan masalah kesejahteraan, melainkan mengandung berbagai isian. Pertama, masalah kemiskinan adalah masalah kerentanan. Kedua, masalah tertutupnya akses ke berbagai peluang sumber daya produktif, termasuk modal, sumberdaya alam, bahkan kesempatan kerja. Ketiga, kemiskinan adalah maslah ketidakpercayaan, perasaan impotensi emosional dan sosial dalam mengahadapi kekuasaan dalam hal-hal yang menyangkut pembuatan keputusan yang berhubungan dengan dirinya. Keempat, kemiskinan juga berarti rendahnya ketahanan fisik dan intelektual karena keterbatasan kandungan konsumsi fisik dan non-fisik. Kelima, kemiskinan berbentuk ketergantungan, baik secara fisik, sosial, maupun ekonomi pada pihak lain. Keenam, kemiskinan berarti adanya sebuah sistem nilai “kemiskinan” yang diwariskan dari suatu generasi- kemudian disebut kemiskinan cultural.
Belenggu kemiskinan dan keterbelakangan hingga kini belum beranjak dari kehidupan masyarakat pesisir. Ketidakpastian penghidupan membuat sebagian dari masyarakat pesisis yang berprofesi sebagai nelayan kecil beralih profesi ke sektor informal. Diantara kategori pekerjaan terkait dengan kemiskinan, nelayan sering disebut sebagai masyarakat termiskin dari kelompok masyarakat lainnya (the poorest of the poor).
Terdapat 5 (lima) masalah pokok terkait penyebab kemiskinan masyarakat pesisir khususnya nelayan, diantaranya:
1.      Kondisi Alam. Kompleksnya permasalahan kemiskinan masyarakat nelayan terjadi disebabkan masyarakat nelayan hidup dalam suasana alam yang keras yang selalu diliputi ketidakpastian dalam menjalankan usahanya.
2.      Tingkat pendidikan nelayan. Nelayan yang miskin umumnya belum banyak tersentuh teknologi modern, kualitas sumber daya manusia rendah dan tingkat produktivitas hasil tangkapannya juga sangat rendah.
3.      Pola kehidupan nelayan. Pola hidup konsumtif menjadi masalah laten pada masyarakat nelayan, dimana pada saat penghasilan banyak, tidak ditabung untuk persiapan paceklik, melainkan dijadikan kesempatan untuk membeli kebutuhan sekunder.
4.      Pemasaran hasil tangkapan. Tidak semua daerah pesisir memiliki Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Hal tersebut membuat para nelayan terpaksa untuk menjual hasil tangkapan mereka kepada tengkulak dengan harga di bawah harga pasar.
5.       Program pemerintah yang belum memihak nelayan, kebijakan pemerintah yang tidak memihak masyarakat miskin, banyak kebijakan terkait penanggulangan kemiskinan bersifat top down dan selalu menjadikan masyarakat sebagai objek, bukan subjek. Kebijakan yang pro nelayan mutlak diperlukan, yakni sebuah kebijakan sosial yang akan mensejahterakan masyarakat dan kehidupan nelayan.
Secara garis besar, dapat dikatakan bahwa penyebab kemiskinan setidaknya terkait dengan tiga dimensi yaitu :
a.       Dimensi Ekonomi
Kurangnya sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan orang, baik secara financial ataupun segala jenis kekayaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
b.      Dimensi Sosial dan Budaya
Kekurangan jaringan sosial dan struktur yang mendukung untuk mendapatkan kesempatan agar produktivitas seseorang meningkat.
c.       Dimensi Sosial dan Politik
Rendahnya derajat akses terhadap kekuatan yang mencakup tatanan sistem sosial politik.
Kemiskinan Pada Nelayan
Kusnadi, (2003) mengidentifikasi sebab-sebab pokok yang menimbulkan kemiskinan pada masyarakat nelayan:
a.       Belum adanya kebijakan dan aplikasi pembangunan kawasan pesisir dan masyarakat nelayan yang terintegrasi atau terpadu di antara para pelaku pembangunan.
b.      Mendorong pemda merumuskan blue print kebijakan pembangunaan kawasan pesisir dan masyarakat nelayan secara terpadu dan berkesinambungan.
c.       Masalah isolasi geografis desa nelayan, sehingga menyulitkan keluar masuk barang, jasa, kapital, dan manusia. Berimplikasi melambatkan dinamika sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat nelayan.
d.      Keterbatasan modal usaha atau investasi sehingga menyulitkan nelayan meningkatkan kegiatan ekonomi perikanannya.
e.       Adanya relasi sosial ekonomi ”eksploitatif” dengan pemilik perahu dan pedagang perantara (tengkulak) dalam kehidupan masyarakat nelayan.
f.       Rendahnya tingkat pendapatan rumah tangga nelayan, berdampak sulitnya peningkatan skala usaha dan perbaikan kualitas hidup.
g.      Kesejahteraan sosial nelayan yang rendah sehingga mempengaruhi mobilitas sosial mereka.
Para pakar ekonomi sumberdaya melihat kemiskinan masyarakat pesisir, khususnya nelayan lebih banyak disebabkan karena faktor-faktor sosial ekonomi yang terkait karakteristik sumberdaya serta teknologi yang digunakan. Faktor-faktor yang dimaksud membuat nelayan tetap dalam kemiskinannya.
Bagian ini akan menyoroti pembagian kemiskinan secara generik permasalahan dan menemukan alternatif kebijakan yang paling mungkin dalam kondisi objektif yang dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia.
F.       Solusi untuk Kemiskinan Masyarakat Maritim Indonesia
Keterpaduan penanganan kemiskinan nelayan sangat dibutuhkan sekali, tujuannya adalah untuk menghilangkan egosektor dari masing-masing pemangku kepentingan. Keterpaduan tersebut adalah sebagai berikut : pertama, keterpaduan sektor dalam tanggung jawab dan kebijakan. Keputusan penanganan kemiskinan nelayan harus diambil melalui proses koordinasi diinternal pemerintah, yang perlu digaris bawahi adalah kemiskinan nelayan tidak akan mampu ditangani secara kelembagaan oleh sektor kelautan dan perikanan, mulai dari pusat sampai kedaerah.Kedua, keterpaduan keahlian dan pengetahuan, untuk merumuskan berbagai kebijakan, strategi, dan program harus didukung berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan keahlian, tujuannya  adalah agar perencanaan yang disusun betul-betul sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat nelayan. Ketiga, keterpaduan masalah dan pemecahan masalah sangat diperlukan untuk mengetahui akar permasalahan yang sesungguhnya, sehingga kebijakan yang dibuat bersifat komprehensif, dan tidak parsial.  Keempat, keterpaduan lokasi, memudahkan dalam melakukan pendampingan, penyuluhan dan pelayanan (lintas sektor), sehingga program tersebut dapat dilakukan secara efektif dan efesien.
Kegagalan penanganan kemiskinan nelayan  selama ini, disamping kurangnya keterpaduan, juga terdapatnya berbagai kelemahan dalam perencanaan. Untuk itu dalam proses perencanaan harus unsur-unsur sebagai berikut :
1. Perumusan sasaran yang jelas, berupa ; hasil akhir yang diharapkan dari kegiatan yang dibuat, kelembagaan yang bertanggung jawab, serta objek dari kegiatan.
2. Pengidentifikasian situasi yang ada, yaitu dengan mempertimbangkan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman), tujuannya untuk mengetahui kondisi sesungguhnya tentang objek yang akan ditangani. Selanjutnya akan memudahkan dalam menyusun berbagai strategi yang mendukung penanganan kemiskinan nelayan.
3. Penentuan tujuan harus bersifat spesifik (objek, kegiatan, dibatasi waktu dan terukur), sehingga pengentasan kemiskinan nelayan jelas siapa sasarannya dan jenis kegiatan yang akan dilakukan, dan selanjutnya berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam pencapaian tujuan dapat ditentukan dengan jelas.
4. Menganalisa keadaan, pelaksanaan kegiatan harus disesuaikaan antara ketentuan yang telah ditetapkan dengan realiatas yang ada dilapangan, dan apabila terjadi permasalahan diluar dugaan, maka perlu segera dibuatkan stretegi dan tindakan baru untuk menutup jurang perbedaan.
5. Pendampingan, monitoring dan evaluasi, pendampingan harus dilakukan awal kegiatan dilaksanakan, sampai paca kegiatan, sehingga akan menjadi bahan evaluasi, apakah kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Selanjutnya melalui konsep yang dikemukakan ini akan dapat dirumuskan berbagai strategi pengentasan kemiskinan seperti: perluasan kesempatan kerja, pemberdayaan kelembagaan masyarakat, peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM, perlindungan sosial, dan penataan kemitraan global.
Menciptakan Program Pemerintah yang Memihak
Bahwa musim paceklik akan hadir dalam setiap tahunnya. Oleh karenanya berbagai strategi adaptasi dilakukan masyarakat nelayan untuk bertahan hidup. Strategi adaptasi yang biasanya dilakukan adalah memobilisasi peran perempuan (kaum istri) dan anak-anaknya untuk mencari nafkah. Kaum perempuan biasanya terlibat penuh dalam kegiatan pranata-pranata sosial ekonomi yang mereka bentuk, seperti arisan, kegiatan pengajian berdimensi kepentingan ekonomi, simpan pinjam, dan jaringan sosial yang bisa mereka manfaatkan untuk menunjang kelangsungan hidup keluarga.
Hadirnya pranata-pranata tersebut merupakan strategi adaptasi masyarakat nelayan dalam menghadapi kesulitan hidup yang dihadapinya. Strategi adaptasi diartikan sebagai pilihan tindakan yang bersifat rasional dan efektif sesuai dengan konteks lingkungan sosial, politik, ekonomi dan ekologi, dimana penduduk miskin itu hidup. Sedangkan strategi adaptasi yang dilakukan para nelayan (kaum suami) adalah diversifikasi pekerjaan untuk memperoleh sumber penghasilan baru. Bahkan, strategi adaptasi tersebut diselingi dengan menjual barang-barang berharga yang ada dan berhutang. Namun, kedua strategi ini pun tidak mudah didapat karena berbagai faktor telah membatasi akses mereka. Dengan segala keterbatasan yang ada, masyarakat nelayan mengembangkan sistem jaringan social yang merupakan pilihan strategi adaptasi yang sangat signifikan untuk dapat mengakses sumberdaya ikan yang semakin langka.
Oleh karena itu, diperlukan kebijakan pemerintah yang nyata dalam mengatasi masa pacaklik ini, salah satunya jaminan sosial. Jaminan yang dibutuhkan masyarakat nelayan tidak muluk-muluk, mereka hanya memerlukan tersedianya dana kesehatan dan dana paceklik. Sementara itu, kebijakan tersebut harus disusun oleh struktur sosial budaya lokal, baik yang berhubungan dengan masalah institusi maupun dengan sistem pembagian kerja yang berlaku dalam masyarakat nelayan. Hal ini dikarenakan, pranata-pranata sosial budaya yang ada merupakan potensi pembangunan masyarakat nelayan yang bisa dieksplorasi untuk mengatasi kemiskinan dan kesulitas ekonomi lainnya.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri di sektor kelautan dan perikanan yang saat ini digalakkan oleh pemerintah, diharapkan bisa menurunkan angka kemiskinan nelayan di Indonesia. Melalui pengembangan kegiatan perekonomian masyarakat yang berbasis pada sumber daya lokal, baik masyarakat maupun sumber daya alamnya, para nelayan dapat mengembangkan usaha sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya. Dengan demikian, diharapkan dapat memberantas kemiskinan, menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, khususnya di kalangan masyarakat nelayan.
Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong sektor perbankan untuk membuka kantor kasnya di setiap Tempat Pemasaran Ikan (TPI) yang bisa mengatasi kesulitan para bakul untuk menutup tagihannya. Termasuk fungsi perbankan disini adalah menyediakan dana yang diperlukan nelayan untuk berlayar. Sayangnya dengan kondisi kehidupan nelayan yang pas-pasan, tampaknya sangat sulit bagi perbankan untuk menjalankan fungsi tersebut tanpa adanya agunan yang memadai dari para nelayan.
Pemerintah diupayakan bisa menyediakan dana khusus sebagai jaminan kepada perbankan untuk menyalurkan dananya kepada nelayan. Kalaupun perbankan tidak mampu memenuhi peran tersebut, pemerintah bisa menempatkan dananya sebagai penyertaan modal kepada KUD-KUD pengelola TPI. Memang, nada miring tentang KUD seringkali kita dengar sehingga pemerintah pun cenderung berhati-hati bila ingin memberdayakan KUD. Namun, pendapat ini tidak bisa digeneralisasi secara membabi buta, karena masih cukup banyak pengurus KUD yang mempunyai hati nurani seperti KUD-KUD pengelola TPI. Tidak ada salahnya, mulai sekarang pemerintah mulai mencoba mengalokasikan dana retribusi dari transaksi di TPI untuk diarahkan kepada penyediaan modal bagi nelayan. Dengan demikian misalokasi anggaran diharapkan tidak akan banyak terjadi, karena dengan memberdayakan KUD berarti pula mendorong bangkitnya kekuatan ekonomi nelayan.
            Indonesia seharusnya tidak terlena dengan hanya bangga memiliki kekayaan laut yang melimpah namun tidak mengelolanya dengan maksimal demi kemakmuran bangsa. Yang pertama memulai perubahan tentu para insan ke-lautan dan perikanan sendiri, terutama mereka yang kini tergabung dalam Departemen Kelautan Perikanan Republik Indonesia. Namun sayangnya, DKP hanya dimodali anggaran selama tahun 2007 sebesar Rp 3,31 triliun ditambah ABT Rp 50 miliar untuk membangun 144 juta masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir, dan memanfaatkan kekayaan laut yang melimpah.
Kita seringkali mendengar pernyataan potensi kelautan kita begitu besar, tapi tak terkelola dengan baik. Bagaimana Anda melihatnya?
Kekayaan kita, pertama, letak strategis antara dua benua dan dua samudera pasti menjadi persilangan atau lalu lalang sistem transportasi. Kita tahu, 95 persen muatan dibawa kapal laut sehingga pasti melalui kita. Tapi apakah kita mempergunakan kestrategisan dengan baik, seperti membangun sistem pelabuhan yang bagus, aman, sesuai kriteria ISPS Code atau standar-standar pelabuhan.
Kedua, Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan kita negara kepulauan, juga Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025, bahwa pembangunan jangka panjang harus berbasis pulau kecil. Ini juga belum mendapatkan perhatian dalam pembangunan.
Kita punya 17 ribu lebih pulau tapi aksesibilitas belum dibangun. Kita punya pabrik kapal punya pabrik pesawat terbang tapi didesain bukan untuk memfasilitasi pulau-pulau kecil.
Pertumbuhan kembali IPTN atau PT DI bisa melihat perspektif DKP, supaya membuat pesawat-pesawat kecil yang bisa mendarat di landasan pendek untuk masuk ke pulau-pulau kecil, sehingga pergerakan manusia sangat aktif. Kita juga memiliki sarana telekomunikasi tapi belum menjangkau pulau-pulau kecil. Poin-poin itu yang akan menjadikan pergerakan ekonomi kita ke sana.
Kita mempunyai sumber daya yang tidak bisa diperbaharui dan yang bisa diperbarui. Kita punya ikan, keindahan di bawah laut, tapi penggunaannya belum maksimal. Bisa jadi itu terkait dengan koordinasi pengelolaan di laut, dan koordinasi pengelolaan keamanan, sehingga masih banyak IUU Fishing dan illegal logging. Badan koordinasi belum jalan sebagaimana mestinya.
Kita memiliki hal lain yang berkaitan dengan obat-obatan. Banyak sponge (bunga karang) dari jenis-jenis tertentu yang dikembangkan di laut. Juga air mineral bawah laut. Sekarang produksi minyak dan gas 65-70 persen di laut.
Jadi kita merefleksikan apa yang kita miliki luar biasa, tapi belum mempersiapkan kendaraan untuk membangun dan menjadikan income generating di laut. Ke depan, Presiden hingga Bappenas harus mendorong alokasi anggaran untuk sektor kelautan yang harus lebih besar.
Mungkin, ketersediaan sumber daya manusia kelautan belum memadai?
Ada beberapa proses yang harus dilalui. Kita tidak bisa menunggu sampai SDM cukup. Diknas sudah melakukan program-program penyiapan pengelolaan kelautan tahun 1980-an. Di tahun 1985 ada program marine scientist dan marine technology.
Ada enam perguruan tinggi yang mengembangkan marine scientist: Unri, IPB, Undip, Unsrat, Unpatti, dan Unhas. Marine scientist terjemahan umumnya ilmu kelautan.
Perikanan sudah mulai tahun 1960-an. Sejak itu sudah ada perikanan yang menjadi cikal bakal marine scientist. Marine technology dilakukan ITB dan ITS.Marine technology bicara piping system di bawah laut, offshore, sea protection, coastal engineering.
Pertumbuhan kekuatan SDM memang belum cukup. Tapi tidak mesti dicukupkan dulu baru anggaran pembangunan dikucurkan. Harus paralel. Kita harus berterimakasih sudah banyak perguruan tinggi yang membuka bidang-bidang perikanan, marine scientist dan marine technology di berbagai daerah, meski pertumbuhannya lebih banyak ke arah marine scientist.
Kita juga punya Program Mitra Bahari di 33 provinsi, kerjasama antara perguruan tinggi, Diknas, dan DKP. Sambil menunggu SDM yang kompetitif kita sudah bisa mempergunakan SDM yang tertarik pada masalah-masalah kelautan.
Program Mitra Bahari merupakan salah satu cara solusi kekurangan sumber daya manusia.
Kegagalan penanganan kemiskinan nelayan ini selama ini, disamping kurangnya keterpaduan, juga terdapatnya berbagai kelemahan dalam perencanaan. Untuk itu dalam proses perencanaan harus unsur-unsur sebagai berikut :
Berdasarkan uraian pokok masalah diatas, maka rekomendasi yang harus  dilakukan dalam menanggulangi kemiskinan nelayan adalah:
1.             Peningkatan kualitas pendidikan masyarakat nelayan. Dalam hal ini konteksnya adalah nelayan sebagai kepala rumah tangga, dan nelayan sebagai seperangkat keluarga. Nelayan yang buta huruf minimal bisa membaca atau lulus dalam paket A atau B. Anak nelayan diharapkan mampu menyelesaikan pendidikan tingkat menengah. Sehingga kedepan akses perkembangan tekhnologi kebaharian, peningkatan ekonomi lebih mudah dilakukan.
2.             Perlunya merubah pola kehidupan nelayan. Hal ini terkait dengan pola pikir dan kebiasaan. Pola hidup konsumtif harus dirubah agar nelayan tidak terpuruk ekonominya saat paceklik. Selain itu membiasakan budaya menabung supaya tidak terjerat rentenir. Selain itu perlu membangun diverifikasi mata pekerjaan khusus dipersiapkan menghadapi masa paceklik, seperti pengolahan ikan menjadi makanan, pengelolaan wialyah pantai dengan pariwisata dan bentuk penguatan ekonomi lain, sehingga bisa meningkatkan harga jual ikan, selain hanya mengandalakan ikan mentah.
3.             Peningkatan kualitas perlengkapan nelayan dan fasilitas pemasaran. Perlunya dukungan kelengkapan tekhnologi perahu maupun alat tangkap, agar kemampuan nelayan Indonesia bisa sepadan dengan nelayan bangsa lain. Begitupula fasilitas pengolahan dan penjualan ikan, sehingga harga jual ikan bisa ditingkatkan.
4.             Perlunya sebuah kebijakan sosial dari  pemerintah yang berisikan program yang memihak nelayan, Kebijakan pemerintah terkait penanggulangan kemiskinan harus bersifat bottom up sesuai dengan kondisi, karakteristik dan kebutuhan masyarakat nelayan. Kebijakan yang lahir berdasarkan partisipasi atau keterlibatan masyarakat nelayan, bukan lagi menjadikan nelayan sebagai objek program, melainkan sebagai subjek. Selain itu penguatan dalam hal hukum terkait zona tangkap, penguatan armada patroli laut, dan pengaturan alat tangkap yang tidak mengeksploitasi kekayaan laut dan ramah lingkungan
Selanjutnya melalui konsep yang dikemukakan ini akan dapat dirumuskan berbagai strategi pengentasan kemiskinan seperti: perluasan kesempatan kerja, pemberdayaan kelembagaan masyarakat, peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM, perlindungan sosial, dan penataan kemitraan global.






























BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan bab II penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1.      Kebaharian bangsa Indonesia yang sangat menguntungkan dipandang dari berbagai aspek kehidupan sebagai sebuah bangsa dan sudah berumur ribuan tahun, menjadi terpuruk. Kini bangsa Indonesia menjadi penonton dari berbagai keuntungan yang lewat di depan mata dan dinikmati bangsa-bangsa lain dari kekayaan budaya bahari yang seharusnya dimiliki dan dikuasai bangsa Indonesia.
2.      Secara umum, kemiskinan masyarakat pesisir disebabkan oleh tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat, antara lain kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, infrastruktur. Di samping itu, kurangnya kesempatan berusaha, kurangnya akses terhadap informasi, teknologi dan permodalan, budaya dan gaya hidup yang cenderung boros, menyebabkan posisi tawar masyarakat miskin semakin lemah. Pada saat yang sama, kebijakan Pemerintah selama ini kurang berpihak pada masyarakat pesisir sebagai salah satu pemangku kepentingan di wilayah pesisir.
3.      Penanggulangan masalah kemiskinan diwujudkan melalui konsep yang dikemukakan kemudian dirumuskan dengan berbagai strategi pengentasan kemiskinan seperti: perluasan kesempatan kerja, pemberdayaan kelembagaan masyarakat, peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM, perlindungan sosial, dan penataan kemitraan global.
B.       Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan adalah:
1.      Pemerintah sebaiknya menjalankan program terpadu secara serius dan bertanggung jawab agar dapat segera mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia utamanya terhadap masyarakat pesisir.
2.      Sebagai warga negara Indonesia yang baik, mari kita bahu-membahu mendukung program pemerintah dengan sungguh-sungguh demi masa depan bangsa dan negara Indonesia terbebas dari kemiskinan utamanya masyarakat daerah pesisir.
3.      Marilah kita tingkatkan kepedulian dan kepekaan sosial untuk membantu saudara kita yang masih mengalami kemiskinan utamanya pada daerah pesisir.



























DAFTAR PUSTAKA
Andini, Ayu. “Indonesia Gelar World Ocean Conference Pertama di Dunia”. www.indofamilynet.com, 04-05-2009 18: 43

Aulia, Tellisa. 2009. “Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan dan Kemiskinan Aspek Sosial Budaya”. Draft Laporan Final Hibah Multidisiplin UI.

Budiharsono,S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta:Pradnya Paramita

Dahuri,Rokhmin. 2001. Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: Pradnya Paramita.


Kusnadi. 2003. Akar Kemiskinan Nelayan. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.

Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Cetakan 38. Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2005.

Sudrajat, Ihwan. “Membangkitkan Kekuatan Ekonomi Nelayan”. Suara Merdeka, 13 Desember 2002.

Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Kajian Strategis Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung:  Refika Aditama.

Suharto, Edi. 2007.  Kebijakan Sosial sebagai kebijakan public. Bandung: Alfabeta.

Sumodiningrat, Gunawan- D., Riant Nugroho. 2005. Membangun Indonesia Emas. Jakarta: Elax Media Komputindo.

Supriatna, Tjahya. 1997. “Birokrasi Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan”. Bandung: Humaniora Utama Press.

Tim pengajar WSBM Universitas Hasanuddin. Himpunan materi kuliah Wawasan Sosial Budaya Maritim (WSBM). Makassar : Unhas